Jumat, 25 Januari 2008

Kepastian Keselamatan


Di samping ini ada sebuah foto pohon zikamor di kota Yerikho menurut Moze Naor, seorang pemandu wisata di Israel adalah pohon yang disebut dalam Injil Lukas sebagai pohon ara yang pernah dipanjat oleh Zakeus, sehingga mengingatkan saya tentang kisah pertobatan yang radikal dari seorang pendosa, pemungut cukai. Ia dianggap pengkianat bangsanya karena mau mengabdi kepada pemerintah Romawi, dan dianggap orang paling berdosa karena pemungut cukai identik dengan koruptor dan pemeras rakyat. Tetapi ketika berjumpa dengan Yesus Kristus ia bertobat dan ddiselamatkan. Sederhana dan mendalam. Maka kesempatan ini saya ingin membahas soal keselamatan yang sederhana, tetapi seiring dengan perkembangan zaman menjadi begitu rumit.
Perdebatan tentang keselamatan (soteriologis) antara paham Calvinisme dan Armenianisme seolah tidak bisa dijembatani. Sebetulnya dua paham ini merupakan turunan dari dua ekstrim yang sudah timbul sejak zaman gereja mula-mula, pada era pelayanan Yakobus dan Paulus. Perdebatan ini sekarang kurang populer, tetapi di beberapa diskusi kelas keselamatan, pengajar acap kali tidak berani memberi jawaban tegas, karena bisa berbenturan dengan doktrinal gereja lokal atau alasan lain.

Ekstrim pertama ialah paham Yudaisme yang sangat legalistik. “Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan (Kis 15:1). Menurut persepsi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi : orang harus memenuhi hukum Taurat supaya diselamatkan. Ajaran sesat ini dalam gereja yang mula-mula telah dikoreksi oleh Paulus, antara lain : Roma 3:20; 23-24; 27-28. Kecenderungan pandangan ini legalistik dan terus berkembang seiring dengan perkembangan gereja di dunia. Mulai dari berkembangnya Yahudi Kristen seperti dilaporkan oleh Paulus dalam surat Galatia, kemudian dikembangkan oleh Gereja Roma Katolik. Sejak abad 15 memang mengalami koreksi secara radikal sejak munculnya Protestan oleh Martin Luther. Tetapi kemudian ada banyak aliran Restorationism secara ekstrim mengukuhkan legalisme dalam doktrin gereja mereka. Karena kelompok Restorationism merasa bahwa semua aliran yang ada seperti; Katolik, Protestan, Ortodoks, Pentakosta dan Karismatik tidak benar, maka kelompok ini memprakarsai lahirnya banyak aliran, seperti : Mormon, Jehovah’s Witness, Churches of Christ, Disciples of Christ, Seventh-day Advent, 3rd Wave Charismatics.

Ekstrim ke-dua ialah paham Antinomianisme (Yun. Anti = melawan dan nomos = hukum), yaitu paham yang melawan hukum. Karena orang Kristen telah diselamatkan hanya karena anugerah Yesus Kristus, maka mereka tidak perlu taat kepada hukum-hukum; ekstrim ini dikoreksi oleh Yakobus (Yak 2:22).

Kalau demikian , apakah Paulus bertentangan dengan Yakobus? Sekali-kali tidak!
Paulus (dalam Roma dan Galatia) : Manusia yang berdosa di hadapan Allah!
Yakobus (dalam surat Yakobus) : Manusia yang sudah ditebus di hadapan sesama manusia.

Penerus paham ini mulai dari Protestan oleh Martin Luther melalui doktrin dasar, yaitu: Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura, Solus Cristus, Soli Deo Gloria (Keselamatan diperoleh hanya melalui anugerah, iman, Alkitab otoritas tertinggi-satu-satunya sumber doktrin, Kristus satu-satunya jalan menuju keselamatan, dan kemuliaan hanya bagi Allah). Kemudian Jhon Calvin menjadi penerus yang gigih dalam memegang kaidah tersebut. Namun dalam perkembangannya timbul perbedaan pandangan sehingga lahir dua kelompok, yaitu Traditional Calvinism dan Non-Traditional Calvinism.

1) Traditional Calvinism (Preserverance of the Saints), dalam perkembangannya melahirkan gereja Reformed, Anglican, Lutheran, Mennonite, Presbyterian, Reform Baptist, dan United Methodist. Mereka mendefinisikan doktrinnya: Orang yang lahir kembali (regeneration- justification) secara otomatis langsung masuk ke dalam proses pengudusan (santification). Kalau orang tersebut tidak masuk ke dalam proses santification, orang tersebut dipertanyakan kelahiran barunya. Traditional Calvinisme berpendapat bahwa orang yang hidup dalam daging sebagai golongan Antinomianisme.

2) Non-Traditional Calvinism (Once Saved Always Saved), dalam perkembangannya melahirkan aliran Injili dan Baptist. Mereka mendefinisikan doktrinnya: Tuhan sendiri yang melakukan regeneration (melahirkan kembali), manusia tidak ambil bagian dalam proses tersebut, kecuali menerima saja. Oleh karena itu mereka percaya bahwa manusia tidak bisa membatalkan apa yang Tuhan sudah lakukan, sekalipun ketika mereka menolak keberadaan Tuhan. Antinomianisme murni (sekali selamat tetap selamat).

Dua pandangan Calvinisme tersebut mempercayai adanya perlindungan terhadap orang-orang kudus. Hanya saja Traditional Calvinism cenderung mengatakan; “Tuhan bekerja dalam diri orang yang sudah lahir baru lewat santification.” Sementara Non-Traditional Calvinism mengatakan; “Kalau Tuhan sudah pilih tidak ada apapun yang dapat dilakukan manusia yang dapat menyebabkannya.

Jacobus Arminius adalah seorang generasi ke-dua setelah Jhon Calvin berpendirian bahwa keselamatan itu kondisional (Conditional Preserverance of the Saints). Selama orang itu percaya yang dibuktikan dengan ketaatan, keselamatan tetap ada dan tetap berlaku bagi yang bersangkutan. Dalam sistem kepercayaan Armenian; iman dan percaya adalah kondisi masuk ke dalam Kerajaan Allah, sedangkan ke-tidak-percayaan (bukan kurangnya perbuatan baik) adalah kondisi untuk keluar dari Kerajaan Allah. Dalam perkembangannya pandangan ini melahirkan banyak aliran, antara lain: Arminian, Free Will Baptist, General Baptist, Chruch of the Nazarene, Methodist, Pentecostals, Charismatics.

METODE INTERPRETASI
Pandangan-pandangan yang berbeda disebabkan karena metode interpretasi yang berbeda.
Secara induktif, yaitu metode penafsiran Alkitab tanpa membubuhkan ide lebih dulu (melakukan exsgesa) berpegang pada kaidah hermeunetik konservatif dengan analisis literal-normat, gramatikal, kontekstual, dan historikal terhadap ayat firman Tuhan.
Secara deduktif, yaitu menafsirkan Alkitab dengan cara memasukkan gagasan ke dalam isi firman Tuhan (melakukan eisegese), bahwa si penafsir sudah punya pandangan awal, sehingga hasil penafsirannya tidak jauh, bahkan disesuaikan dengan gagasan sendiri. Ini berarti si penafsir sudah memiliki kesimpulan lebih dalu sebelum menafsir.

Supaya kita tidak terjebak kepada kedua ekstrim Yudaisme maupun Antinomiasnisme, maka kita harus menggunakan metode penafsiran induktif, yang jujur paling kurang dengan analisis literal-normat, gramatikal, maupun kontekstual terhadap beberapa ayat firman Tuhan yang ditafsir.

TIGA DIMENSI KESELAMATAN
Sebagai contoh obyektif mari kita menganalisis surat Roma, supaya kita tidak gamang dalam membuat kesimpulan, apakah keselamatan itu bersifat tetap/kekal atau sebagai kondisional, bisa tetap dan bisa hilang jika si pemilik tidak menjaganya.

Secara soteriologis (dilihat dari sudut ajaran keselamatan), Roma 8 adalah sebuah pasal yang agung. Kalau diperhatikan sistematika surat Roma :

Pasal 1-8 doktrinal
Pasal 9-11 dispensasional
Pasal 12-16 praktikal

Khusus Roma 8 yang merupakan puncak dari bagian doktrinal itu merangkumkan, bahwa keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus mencakup dimensi yang lengkap dalam hidup kita :

Dimensi masa lampau : pembenaran
Dimensi masa sekarang : pengudusan
Dimensi masa yang akan datang s.d. kekekalan : pemuliaan

1. PEMBENARAN (JUSTFICATION)
Pembenaran disebut dimensi posisional dalam keselamatan. Artinya secara posisi orang percaya sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yoh 5:24), dari anak iblis menjadi anak Allah (Yoh 8:44 ; Yoh 1:12). Dalam dimensi ini kita DIBEBASKAN DARI KUTUK DOSA. Kita dipilih-Nya (Allah) bahkan sebelum dunia dijadikan (Ef 1:3-4). Ingat “di dalam Dia” (di dalam Yesus Kristus). Inilah aspek posisional dari keselamatan kita. Ef: ayat 4 : di dalam Kristus, kita kudus dan tidak bercacat. Allah Bapa melihat kita di dalam Kristus. Ef: ayat 5: “Dalam kasih, Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya.
Maka “Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan”(Ef 1:3-4)
(1) Ingatlah bahwa Kristus telah ada sebelum dunia dijadikan, bahkan Ialah yang menyebabkan segala sesuatu ada (Yoh 1:3, “. . .segala sesuatu dijadikan oleh Dia”).
(2) Tekanan di sini, adalah “di dalam Dia” (Kristus). Jadi, “di dalam Kristus,” keselamatan itu cukup bagi semua orang (sufficiency).
(3) Tetapi keselamatan yang cukup/sufficient di dalam Kristus itu, hanya menjadi effisient (berlaku) bagi seseorang, apabila orang itu menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan-nya (Ef 1:13-14; 2:8-10).

Karena itu, kita menolak pandangan “universalisme” yang mengatakan, bahwa semua orang pasti selamat, karena Allah “telah memilih” semua orang sebelum dunia dijadikan.

Karena kita dipilih di dalam Kristus, kita memiliki kepastian keselamatan :
(1) Kita telah menjadi anak-anak Allah dan memiliki keselamatan yang kekal (Yoh 1:12; 3:16; Ef 1:13-14, dll.)
(2) Kita tidak dihukum : Roma 8:1, Tidak ada penghukuman bagi orang di dalam Kristus Yesus.”
(3) Kita tidak dapat dirampas dari tangan Bapa (Yoh 10:27-30)
(4) Kita tidak dapat dipisahkan dari kasih Allah yang ada di dalam Kristus (Rom 8:37-39).
Walaupun demikian kita mempunyai tanggung jawab moral untuk hidup sesuai dengan posisi kita di dalam Kristus. Itulah dimensi yang kedua

2. PENGUDUSAN (SANCTIFICATION)
Dalam dimensi progresif ini kita yang sudah lahir baru DIBEBASKAN DARI KUASA DOSA secara terus menerus sampai keserupaan dengan Kristus terjadi.
Dimensi Progresif dalam keselamatan ini, orang percaya masuk dalam proses yang secara terus menerus mengalami pembaruan budi dari hari ke sehari (Yun. metanoia- Rom 12:1-2). Ini yang sering disebut sebagai transformasi, yaitu suatu proses pengudusan yang harus terus mengalami kemajuan (progres). Perilaku yang mengalami pembaruan yang sebelumnya mengandalkan kekuatan manusiawi, tetapi tahap demi tahap mengalami perubahan ke arah perilaku hidup yang dikendalikan oleh kekuatan Roh Kudus yang bekerja secara aktif memimpin dan menguasai orang tersebut, dimana Roh Kudus memberi energi (Yun Energos- Flp 2:13) kepada orang tersebut untuk memampukan mentaati firman Tuhan.

Posisi/kedudukan kita yang begitu tinggi (orang Kudus/orang yang dibenarkan dalam Kristus). Menuntut tanggung jawab yang tidak ringan: Kita harus hidup kudus. Dalam hal ini ada dua ekstrim: Yudaisme yang cenderung legalistik dan Antinomianisme yang cenderung mau hidup bebas, mengabaikan hukum-hukum.

Karena itu, orang Kristen tidak boleh hidup secara ceroboh di dalam dunia ini. Justru karena kita sudah diselamatkan, kita harus hidup berpadanan dengan posisi kita, sebagai orang-orang yang telah diselamatkan (Ef 4:1).

Bagaimana kita hidup sekarang ini dan di sini, itulah yang penting. Dimensi kekinian ini merupakan dimensi progresif di dalam kehidupan Kristen kita. Artinya harus ada kemajuan di dalam hidup kita. Kita harus hidup sebagai anak-anak terang (Ef 5:1-21)
Oleh karenanya dimensi ini disebut juga sebagai dimensi pengudusan (I Ptr 1:14-16). Persoalannya, bagaimana kita hidup kudus, padahal dunia ini penuh dengan kebobrokan /kegelapan? Dalam tataran praktis (artinya dalam praktek kehidupan kita sehari-hari), apakah artinya “menjadi suci. . .”?
Secara spiritual : kita eksklusif – kita harus berbeda dengan orang lain (Yoh 17:14-16).
Secara sosiokultural : kita harus inklusif, berada di tengah-tengah masyarakat sebagai garam dan terang (Mat 5:13-16).

Bagaimanakah kalau orang Kristen jatuh ke dalam dosa? Dalam hal ini, kita harus membedakan dua hal :
(1) Hubungan/Relationship: tetap (cf. Rom 8:37-38, dll.)
(2) Persekutuan/Fellowship: terganggu (baca: I Yoh 1:5-10, khususnya ayat 9).

Tiga aspek dalam pengakuan dosa, adalah : (1) pengakuan (2) kehancuran hati (3) berbalik dari dosa kita.

Apakah itu berarti, bahwa kita dapat saja jatuh bangun, terus-menerus di dalam kehidupan Kristen kita? Sekali-kali tidak ! Karena sifat dari pengudusan (senctification) adalah progres, harus mengalami peningkatan dari hari ke sehari sampai keserupaan dengan Kristus menjadi nyata.

3. PEMULIAAN (GLORIFICATION)
Dalam dimensi ini kita DIBEBASKAN DARI KEHADIRAN DOSA. Hal ini akan dialami oleh setiap orang percaya ketika telah diangkat (rapture- 1 Tes 4:16-17) atau ketika hidup bersama Kristus di firdaus.
Paulus menulis dalam Roma 6:1-4, bahwa orang Kristen harus hidup dalam kehidupan yang baru. Hidup di dalam kehidupan yang baru tersebut tidak dihasilkan oleh tekad kedagingan untuk berkenan kepada Tuhan, seperti dalam Yudaisme yang ekstrim—bukan juga dengan cara mengabaikan hukum-hukum Tuhan seperti dalam Antinomianisme yang menyalahgunakan kasih dan kesabaran Allah; tetapi melalui ketaatan yang tulus, ketaatan yang berdasarkan kasih, ketaatan di atas landasan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Setelah ilustrasi yang panjang melalui tokoh-tokoh iman dalam Ibrani pasal 11, penulis surat Ibrani mengajak kita untuk bertekun dalam iman (Ibr 12:1-2). Iman mempunyai dimensi kekekalan: melalui ketekunan kita akan sampai ke dalam kemuliaan (Rom 8:17; 29-30).

APOLOGETIKA TENTANG KEPASTIAN KESELAMATAN:

Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu. (1 Ptr 3:15-16).

Alasan bahwa Keselamatan itu pasti bagi kita yang sudah lahir baru adalah:
(1) Yesus sudah masuk ke dalam hidup kita (Why 3:20)
(2) Kita menjadi ciptaan baru (1 Kor 5:17)
(3) Dosa masa lalu, sekarang dan yang akan datang sudah diampuni. Sebab kalau hanya dosa masa lalu dan dosa masa sekarang yang diampuni, kita tidak selamat. Jika kita mengaku dosa (1 Yoh 1:9) tidak menambahkan pengampunan dosa, tetapi meneguhkan kembali iman kita terhadap karya penebusan Kristus melalui darahNya di kayu salib.
(4) Hubungan yang baru sudah diciptakan antara kita dan Allah (Yoh 1:12).
(5) Kita tidak bisa dipisahkan dari Tuhan (Mat 19:29; Yoh 3:16; 5:24; 6:40, 47; 10:28; 17:2-3). Hidup kekal artinya benar-benar hidup selamanya (eternal life, Yun. Zoe-aionios).

Contoh penggunaan kata “sementara” dan “kekal”

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah SEMENTARA, sedangkan yang tak kelihatan adalah KEKAL (2 Kor 4:18).

“Sementara” diterjemahkan dari kata Yunani “proskairos” = temporal
“Kekal” diterjemahkan dari kata Yunani “aionios” = abadi/kekal

tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang ABADI, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman –(Rm 16:26).

Untuk mendeskripsikan tentang kekekalan Tuhan (1 Tim 6:16; 1 Ptr 5:10; Ibr 4:14).
banyak kata lain yang dapat Yesus pakai kalau kekal itu artinya bukan kekal.

Contoh pemakaian kata “kekal,” Yesus mendeskripsikan hukuman kekal memakai kata Yunani “aionios (Mat 25:46), artinya selama-lamanya (forever). Kalau yang hidup kekal tidak benar-benar kekal artinya orang masih bisa kehilangan keselamatannya. Dengan alasan yang sama orang yang masuk neraka (kekal) masih bisa diselamatkan. Tentunya hal ini bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab.

Lihat janji Tuhan dalam ayat-ayat berikut ini:
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." (Ibr 3:5)

Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. (Yoh 6:37).

Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. (Yoh 10:27-28).

1 komentar:

locomotif mengatakan...

Di dalam kitab 1 Yohanes 2:1-6, Yohanes menasihati kita untuk hidup kudus. Sangat menarik sekali ketika kita membaca commentary dari Full Life Study Bible yang mana dikatakan bahwa pada 2:4 Yohanes sedang berjuang melawan suatu salah pengertian tentang doktrin kasih karunia dan keselamatan. Dia menentang guru aliran antinomisme, yang mengajarkan bahwa meninggalkan kehidupan yang berdosa menjadi sesuatu yang tidak diwajibkan bagi orang percaya. (1) Mereka menyatakan bahwa seorang dapat mengenal Allah dalam hubungan penyelamatan yang sah, tetapi pada saat yang sama mengabaikan kehendak dan perintah Allah sehingga tidak menaati-Nya. (2) Mereka yang menuntut hal semacam ini dinyatakan pendusta oleh Yohanes dan kebenaran Allah tidak ada di dalam diri mereka. Usaha untuk dibenarkan oleh iman pada Kristus tanpa suatu komitmen untuk mengikuti Dia pasti gagal.

Rasul Paulus pun di dalam Roma 6 meluruskan salah pengertian mengenai doktrin keselamatan.