Kamis, 20 Desember 2007

Firman yang menjadi Manusia

Lupakan dulu soal "bakar kapal", sekarang renungkan sejenak esensi natal yang agung. Firman telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.

Berita Natal tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan esensinya. Alkitab bukan buku sejarah, tetapi mencatat peristiwa natal sebagai puncak dari pewahyuan Allah tentang janji-Nya akan Mesias, Juruselamat manusia berdosa. Natal jangan dimaknai dengan sekedar ritual atau perayaan-perayaan yang terkesan glamor, tetapi mari kita temukan esensinya dengan hati yang jernih dan pikiran yang tertuju kepada kebenaran alkitab. Rasul Yohanes menulis kisah Natal dengan gaya bahasa yang berbeda dibanding Injil sinoptis (Matius, Markus dan Lukas) . Ia membuka dengan kalimat “Pada mulanya adalah Firman…..”. Kalimat ini memiliki makna mendalam tentang Firman yang menjadi Manusia.

Yohanes mengawali Injilnya dengan menyebut Yesus “Firman itu” (Yun. Logos). Dengan menggunakan istilah ini bagi Kristus, Yohanes memeperkenalkan-Nya sebagai Sabda Allah yang pribadi dan menunjukkan bahwa pada zaman akhir ini Allah telah berbicara kepada manusia melalui Anak-Nya (Ibrani 1:1-3).

Kemudian Yohanes juga menulis “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:14).

Yohanes 1:1-14 adalah ayat-ayat yang sungguh agung dan padat makna bagi kehidupan Kristen yang sedang bertumbuh ke arah kedewasaan dalam Kristus.

MAKNA FIRMAN MENJADI MANUSIA

“Firman itu telah menjadi manusia…….sebagai Anak Tunggal Bapa,” (Yoh 1:14a)
Istilah “Anak Tunggal Bapa” (Yun. monogenes para pater) artinya yang satu-satunya dari Bapa (Yoh 1:14,18), maksudnya: Firman Allah yang sejak kekal bersama dengan Allah (Yoh 1:1,3) telah menjadi manusia dan inilah puncak pewahyuan/penyataan Allah.

Catatan Bambang Noersena demikian,“Mar Philoxenos al Manbuj (458 M) seorang theolog Gereja Ortodoks Syria: “Ia yang (sebagai Firman Allah) lahir dari Sang Bapa secara ilahi tanpa jasad, adalah Ia yang (dalam nuzul-Nya ke dunia) lahir secara jasad dari seorang perawan tanpa bapa.”
Apabila Firman Allah telah manjadi manusia, lalu apa makna kitab suci (Alkitab) bagi orang Kristen? “Kitab suci adalah kesaksian rasuli tertulis tentang “yang telah kami lihat dengan mata, yang telah kami dengar, dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup, itulah yang telah kami tuliskan kepadamu.” (Noersena, Bambang, The History of Allah, p.122).

Jadi Firman yang menjadi Manusia Kristus ini sangat mendasar dalam iman Kristen. Jika dibandingkan dengan kitab suci agama-agama di dunia ini, akan terlihat bedanya.
Agama-agama di dunia pada umumnya memiliki kaidah: Sang Khalik berfirman kepada seseorang atau melalui malaikat kepada nabi atau orang suci kemudian ditulis menjadi kitab suci dan selamanya adalah kitab suci yang dijadikan pedoman, kaidah kehidupan bagi umat yang mempercayainya.

Dalam kekristenan Sang Khalik berfirman melalui malaikat Gabriel kepada sang perawan suci (Maria), "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel" --yang berarti: Allah menyertai kita. (Mat 1:23). Kemudian Firman itu mengejawantah menjadi Manusia Yesus, Anak Tunggal Bapa, sekaligus merupakan penggenapan nubuatan nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, termasuk nabi besar Yesaya tentang hadirnya Sang Juruselamat dunia.

MAKNA FIRMAN YANG HIDUP DI DALAM DIRI KITA

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,” (Yoh 1:14b).
Istilah “diam di antara kita,” memilki makna (Yun. Skene) yang artinya terlihat jelas dalam berdiam-Nya Allah dalam kemah terbenakel/Bait Allah pada zaman Musa atau setelah bait Allah didirikan di Yerusalem oleh Salomo. Oleh Yohanes dijelaskan dalam beberapa ayat sebagai berikut:

Karena itu mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam di Bait Suci-Nya. Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. (Why 7:15).

Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. (Why 21:3).

Ada beberapa dampak positif bagi hidup kita jika Firman Allah tinggal dalam diri kita, yaitu:

1. Kita Dimerdekakan dari Legalisme Agama yang Kaku.
Penggenapan ayat ini tentunya pada masa Kerajaan 1.000 tahun damai, tetapi secara konfiguratif berarti damai sejahtera di di hati setiap orang percaya di mana Roh Allah diam di dalamnya (1 Kor 6:19; Rom 14:17). Di ayat lain Rasul Yohanes menyatakan bahwa orang yang mengetahui kebenaran, maka kebenaran itu akan memerdekakan orang tersebut dan tidak lagi dikungkung oleh legalisme dan agamawi yang kaku, seperti kehidupan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat di masa Yesus mepayani di Yerusalem (Yoh 8:32).

2. Hidup kita Berbuah/Berdampak
Hubungan kita dengan Kristus digambarkan seperti pokok anggur dan rantingnya. Ranting yang melekat pada pokok anggur pasti berbuah, tetapi sebaliknya jika ranting itu tidak melekat pada pokok anggur, tidak akan berbuah, bahkan akan menjadi kereing.
“Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (Yoh 15:4).

3. Doa kita dikabulkan oleh Bapa di Sorga
Setiap orang percaya yang tinggal di dalam Kristus dan Firman Allah tinggal di dalam dirinya, maka doanya akan dikabulkan oleh Bapa di sorga. “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” (Yoh 15:7).

4. Hati kita akan memancarkan Kehidupan
Kalau Firman Allah mengkristal dalam hidup kita, maka akan mewujudkan karakter Kristus. Firman Tuhan itu bagai air hidup yang terus memancar keluar. “tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yoh 4:14). Dan terbukti perempuan Samaria yang menerima air hidup itu terus menjadi saksi yang efektif bagi orang-orang Samaria, tentang Kemesiasan Yesus. Hadiah Natal terbaik dari kita kepada Tuhan adalah keselamatan orang berdosa melalui kesaksian hidup kita.

Rabu, 12 Desember 2007

Blog-ku yang pertama

Menjelang natal dan akhir tahun merupakan hari-hari penting bagiku karena saatnya (1) Intropeksi: apakah karakter Kristus masih menjadi tujuan utama atau telah mengalami dekarakterisasi? (2) Evaluasi: mengevaluasi pekerjaan, ada prospek ke depan atau tidak, mengalami de-orientasi atau masih ada hubungannya dengan prioritas hidupku atau sudah menyimpang pada tujuan lain? (3) Selita: Setiap 5 tahun sekali aku harus melihat dari berbagai sisi pendukung, apakah organisasi/institusi yang menjadi wadah saya berkarya dan berkreasi masih mendukung mandat saya untuk mengobarkan discipleship movement yang sudah saya terima dari Sang Khalik sejak saya di bangku S1 Theologia, turut mengambil bagian dalam pelipat-gandaan murid Kristus, yang berbasis pada Teaching, Equiping, Coaching, dan Mentoring.

Telah mengalami pemikiran panjang, sebetulnya 3 tahun yang lalu Desember 2004, penasehat spiritualku, ia seorang yang memberi teladan ketika aku masih open minded terhadap pembentukan kepribadian dan memulai proses pembelajaran Theologi. Ia menjadi teladan dalam banyak hal, meski panggilan khususku terjadi ketika sebuah seminar "iman, rasio dan kebenaran" oleh Dr. Stephen Tong di kota Surabaya dalam session altarcall adalah momentnya.
Dalam dialog singkat padat itu aku mengungkap tentang keterlibatanku di departemen pengajaran dalam suatu gereja lokal. Lalu ia menasehatkan agar aku mengambil program S2. Aku mencoba untuk menguburnya selama lebih dari 2 tahun, tetapi dorongan dari nasehat itu justru semakin kuat terdengar di benakku. Dan ternyata aku menemukan jatidiri seorang pengajar adalah bagaimana cara belajar. Tidak ada cara yang lebih baik dari belajar formal, meski belajar non-formal tidak lebih buruk. Akhirnya aku harus mengambil keputusan di akhir tahun 2007 untuk kembali ke bangku kuliah sambil terus mengemban tugas equiping di sebuah pusat latihan Asean Integreted Mission Leadership yang didirikan oleh seorang yang bermimpi besar tentang misi di Asia.

konsekuensinya aku tidak bisa meneruskan tugas ku sebagai seorang worker di sebuah kantor gereja lokal di Bogor. Lalu selanjutnya bagaimana? .........